Oleh Elly Trianti Soetomo, S.Pd
Saya terbiasa membuka pembelajaran dengan kegiatan yang sudah tercatat rapi dalam perangkat ajar. Mulai dari mengucapkan salam, bertanya kabar, mengabsen siswa, yel-yel, ASALAM (ada sampah langsung ambil), pemberian motivasi, nasehat, hingga apersepsi dan menyampaikan tujuan pembelajaran. Rasanya susunan kegiatan pembuka tersebut sudah sangat tepat dengan prosedur dan kerap saya lakukan karena sesuai dengan Standart Operating Procedur (SOP) dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM).
Merasa telah tepat melakukan runutan pembukaan selama berahun-tahun mengajar, hingga tersadarkan dengan pertanyaan, “Apakah benar setiap mulai pembelajaran harus seperti itu?” Tidak banyak memang waktu yang saya alokasikan untuk membuka pelajaran, hanya berkisar sepuluh menit saja. Namun setelah dihitung, diakumulasikan selama bertahun-tahun mengajar, sepuluh menit itu telah menjadi ratusanribu waktu dan sayangnya saya lupa mengevaluasi keefektifan dan korelasinya.
Berbeda hal ketika bosan melanda atau saya berpacu dengan waktu untuk mencapai targetan hari itu, jujur terkadang beberapa kegiatan pembuka akhirnya mendapat catatan free memory. Kemudian mencoba mengingat hampir semua siswa hafal dengan setiap pertanyaan di awal pembelajaran. Apakah ini tanda bahwa anak-anak sudah bosan dengan cara kita membuka pembelajaran? Apakah saya memulai sesuatu tanpa makna? Padahal sepuluh menit pertama adalah indikator keberhasilan seorang guru dalam memberikan pembelajaran hingga akhir. Sepertinya saya harus mencoba cara lain dalam membuka pembelajaran agar sejak awal siswa memiliki antusiasme dalam belajar, dan itu bertahan hingga akhir serta mengalami pembelajaran bermakna juga mendalam, tidak sekedar ketertarikan sesaat pada saat pengkondisian melalui ice breaking yang belum tentu juga berkaitan dengan materi serta tujuan pembelajaran yang harus didapatkan oleh siswa.
Dipaksa untuk berpikir cara membuka pembelajaran, rasanya seperti tertampar dan tersadarkan akan sesuatu yang telah terlewatkan. Sebagai seorang pendidik, sejatinya kita harus cerdas, inovatif, dan kreatif dalam mengantarkan dan membangun inkuiri pemahaman serta transfer pembelajaran. Terlebih dengan kurikulum yang berlaku saat ini, yaitu Kurikulum Merdeka, seorang guru haruslah memastikan setiap siswa merdeka menentukan tujuan pembelajaran yang ingin mereka capai. Ketertarikan siswa pada kegiatan pembuka tidak boleh temporal. Beberapa saat terpusat pada guru, untuk kemudian sibuk kembali dengan dunianya masing-masing.
Perhatian dan ketertarikan siswa untuk belajar harus dibangun sejak awal hingga akhir, bahkan memastikan setiap siswa mendapatkan haknya untuk memperoleh pembelajaran yang mendalam dan bermakna untuk kehidupan mereka. Kegiatan pembuka yang hanya sepuluh menit haruslah dapat memunculkan kesadaran atau keyakinan kepada setiap siswa, βMengapa saya harus bersungguh-sungguh mempelajari materi ini?β Guru bukanlah penentu segalanya. Siswa harus dilibatkan berkenaan dengan tujuan yang ingin dicapai dari pembelajaran yang akan didapatkannya.
Ketika setiap siswa telah menemukan dan menentukan Big Why-nya sendiri, saya yakin pembelajaran akan jauh lebih efektif, menarik, dan siswa mendapatkan pengalaman belajar yang mendalam serta bermakna. Pembelajaran pun akan jauh lebih menyenangkan dan tidak akan membuat siswa merasa bosan. Bahkan bisa jadi setiap siswa menolak untuk berhenti belajar. Ma Syaa Allah luar biasa apabila proses yang menyenangkan itu dapat diterapkan oleh setiap pendidik dan dirasakan oleh peserta didik. Memikirkannya saja saya sudah takjub luar biasa. Sulit? Mungkin jika dibayangkan akan terasa sulit. Karena saya sudah bertahun-tahun terbiasa melakukan hal yang selama ini dianggap tepat. Β Namun berubah merupakan tantangan untuk memperbaiki wajah Pendidikan di negeri tercinta, Indonesia. Pertanyaannya adalah, Apakah kita mau menjadi tersebut? Atau kita akan tetap berada di zona nyaman dengan tetap melakukan hal yang sama dan tidak melakukan perubahan apa pun. Saya pribadi merasa tertantang dan akan berusaha melakukan perubahan. Wallahuβalam bi showab.